Santri adalah sekelompok orang yang menempati pesantren serta mendalami pelajaran ihwal agama islam. Dulunya santri juga didefinisikan sebagai kata yang berasal dari cantrik artinya pembantu raja. Dalam perkembangannya santri juga mengalami perluasan makna. Termasuk dari ragam dan jenisnya. Jika dahulu santri hanya tentang mereka yang berada disuatu pondok pesantren, saat ini santri juga sudah digunakan untuk menyebut setiap orang yang ahli dalam agama atau bahkan yang hanya berpura pura paham agama.

Melihat perkembangan santri yang begitu pesat, saya ingin menyajikan fakta fakta unik tentang santri dalam menghadapi modernisasi zaman. Baik dalam perilaku, pemikiran dan ideologinya. Masihkan santri eksis hingga saat ini atau sudah usang? Simak ulsannya sebagai berikut.

Santri saat ini telah berkembang. Dahulu santri hanya dicap sebagai orang orang yang mukim di suatu pesantren. Kemudian, mereka belajar secara penuh tentang masalah masalah agama. Khususnya agama islam. Dengan mengedepankan akhlakul karimah juga dalam bidang wawasan keagamaan. Namun demikian, tidak sedikit ada banyak santri yang juga diam diam menekuni beberapa kajian tentang politik, ekonomi atau bahkan situasi kondisi yang berkembang di masayarakat. Baik dalam ranah ibadah, muamalah, munakahat atau bab bab lainnya yang berkaitan langsung dengan masyarakat.

Untuk menjawab tantangan yang ada di masyarakat serta kebutuhannya. Santri hari ini dituntut lebih dinamis dan memiliki wawasan lain selain perihal keagamaan. Mengutip salah satu qoidah dalam usul fikih ” Hukum berputar baik ada atau ketiadaannya sesuai situasi kondisinya”. Hari ini, peran santri juga sangat dibutuhkan di era modernisasi. Salah satunya santri harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan masyarakat. Termasuk mengusai dunia IT.

Perkembangan zaman melalui teknologi juga turut serta mempengaruhi pemikiran santri. Dengan modal terus belajar, tidak sedikit santri melek IT sudah semakin banyak ditemukan baik di pondok kecil maupun besar. Tujuannya satu, untuk menjaga eksistensi santri dalam kemajuan zaman.

Melihat perkembangan zaman yang semakin kencang tentu memiliki keunikannya sendiri jika diteropong dari kacamata santri. Pada akhirnya, paradigma tentang santri bisa dikategorikan menjadi dua: Mempertahankan yang salaf ( Konservatif) atau mengikuti perubahan zaman saat ini ( kholaf) modernisme.

Untuk menjawabnya, sebenarnya kembali kepada masing masing individu serta personal seorang santri. Teknologi yang hanya menghendaki bagi mereka yang siap, bukan menunggu kapan mereka siap. Tetapi, dengan modernisasi dengan segala macam eksistensinya tentu masih ada celah kurang lebihnya. Untuk itu, perlu kiranya menciptakan harmoni diantara keduanya. Santri dalam amaliyah dan manhajnya tetap berpegang teguh dengan manhaj salafussolih. Sedangkan dalam wawasan, pengetahuan serta ilmunya eksis mengikuti situasi kondisi saat ini. Agar asas keseimbangan dan keberimbangan tetap terjaga.

Lebih dari itu, menjadi santri juga menjadi tauladan. Tidak hanya bagi diri sendiri dan warga pesantren tetapi juga bagi umat manusia. Sebut saja, banyak sekali tokoh intelektual lulusan pesantren kini menjadi tokoh politik bahkan seorang negawaran seperti KH Abdurrahman Wahid, KH, Makruf Amin, Gus Abdullah Azwar Anas yang baru diangkat menjadi MENPAN RB juha seorang alumni pesantren sekaligus putra asli Banyuwangi. Tentu bukti ini kian nyata untuk menunjukkan eksistensi santri di era modernisasi.

Belum lagi tokoh tokoh lainnya baik yang berada di depan layar maupun di balik layar dalam banyak aspek di negara ini, tentu masih banyak santri yang memiliki kemampuan intelektual setara sarjana atau bahkan melebihi. Hanya saja, perlu kiranya santri juga terus dinamis untuk menyikapi kemajuan zaman. Agar tetap dalam satu kondisi yang disebut ” Wal akhdu bil jadidil aslah” Mengambil sesuatu yang baru yang baik. Sebagaimana slogan ini sangat populer dikalangan pesantren.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *